Rabu, 21 September 2011

MÁWÁRIS

A. Pengertian Mawaris
Menurut bahasa Mawaris adalah peninggalan harta orang yang meninggal yang diwarisi oleh para ahli warisnya. Ilmu yang mempelajari mawaris disebut ilmu faraid. Ilmu faraid adalah ilmu pengetahuan yang menguraikan cara membagi harta peninggalan seseorang kepada ahli waris yang berhak menerimanya. Sumber hukum ilmu faraid adalah Al Qur’an, Hadits, dan ijma’ ulama.
Tujuan dari mempelajari ilmu faraid diantaranya adalah :
a.       Melaksanakan pembagian harta warisan kepada ahli waris yang berhak menerima sesuai syariat Islam.
b.      Mengetahui secara jelas siapa saja yang berhak dan berapa bagian yang harus diterima sesuai syariat.
c.       Menentukan pembagian harta waris secara adil dan benar sehingga tidak akan terjadi perselisihan di kemudian hari.
Arti pentingnya mengetahui ilmu mawaris adalah bahwa dengan mempelajari ilmu mawaris seseorang dapat mengetahui atau mengerti bahwa dalam pembagian harta warisan harus ada aturannya, sehingga dapat mencegah perselisihan dan tidak merugikan berbagai pihak. Pembagian harta waris yang berdasarkan ilmu mawaris merupakan ketentuan Allah SWT, dan merupakan cara terbaik untuk membagi harta warisan baik dalam pandangan Allah maupun Manusia.

B.  Ketentuan Mawaris
Ada beberapa pokok permasalahan yang perlu diketahui dalam mawaris, yaitu sebagai berikut :

1.   Sebab-sebab Ahli Waris Berhak Memperoleh Warisan
a.       Hubungan kekeluargaan, yaitu : (hubungan ke atas : ayah, ibu, kakek, nenek, dan seterusnya), (hubungan ke bawah : anak, cucu, dan seterusnya), (hubungan menyamping : saudara laki-laki, saudara perempuan dan seterusnya).
b.      Hubungan perkawinan, yaitu seorang isteri atau suami selama hubungan tersebut masih utuh . jika hubungan suami isteri sudah putus (bercerai) maka hukum waris tidak berlaku bagi keduanya.
c.       Hubungan wala’, yaitu hubungan kekeluargaan yang timbul karena memerdekakan budak (hamba sahaya).
d.      Hubungan seagama, yaitu sama-sama beragama Islam. Jika seseorang yang tidak mempunyai ahli waris, maka harta warisannya akan diberikan ke baitul mal untuk kepentingan umat.

2.  Sebab-sebab Ahli Waris Tidak Berhak Memperoleh Warisan
a.       Budak belian (hamba), ahli waris yang kedudukannya sebagi budak belian tidak berhak memperoleh harta warisan peninggalan keluarganya karena kalau mereka diberi bagian dari harta warisan, maka bagiannya itu akan menjadi milik tuannya.
b.      Membunuh, ahli waris yang membunuh pewaris tidak berhak mewarisi harta peninggalan pewaris yang dibunuhnya.
c.       Murtad, ahli waris yang murtad (keluar dari agama Islam) tidak berhak memperoleh harta warisan peninggalan keluarganya yang beragama Islam. Demikian juga sebaliknya, seorang Muslim/Muslimah tidak berhak mewarisi harta peninggalan keluarganya yang bukan Islam.
d.      Beda agama, orang yang tidak beragama Islam (kafir) tidak berhak menerima harta warisan peninggalan keluarganya yang beraga Islam. Demikian juga sebaliknya, orang Islam tidak berhak mewarisi harta pusaka peninggalan keluarganya yang tidak beragama Islam.

C. Harta Sebelum Diwaris
Sebelum harta diwariskan kepada yang berhak maka ada hal-hal yang hendajnya dipenuhi dan diselesaikan terlebih dahulu yang menjadi tanggungan pewaris. Beberapa tanggungan yang harus dipenuhi tersebut adalah sebagai berikut :

1.   Tajhiz ( Biaya Pengurusan Jenazah)
Biaya pengurusan jenazah, seperti membeli kain kaffan, menyewa ambulans, dan biaya pemakaman. Bahkan, bisa untuk biaya perawatan waktu sakit.

2.  Ad Dhain (Hutang)
Jika almarhum atau almarhumah meninggalkan hutang, hendaknya hutangnya dilunasi dengan harta peninggalannya.

3.  Zakat
Jika harta warisan belum dizakati, padahal sudah memenuhi syarat-syarat wajibnya, maka hendaknya harta itu dizakati dulu sebelum dibagi-bagikan kepada ahli waris yang berhak menerimanya.

4.  Wasiat
Wasiat adalah pesan si pewaris sebelum meninggal dunia agar sebagian harta peninggalanya, kelak setelah ia meninggal dunia, diserahkan kepada seseorang atau suatu lembaga (dakwah atau sosial) Islam.
D. Ahli Waris
Ditinjau dari segi jenis kelamin, ahli waris dapat dibagi dua golongan, yaitu ahli waris laki-laki dan ahli waris wanita. Ahli waris laki-laki berjumlah lima belas orang atau golongan dan ahli waris wanita berjumlah sepuluh orang atau golongan.

1.   Ahli Waris Laki-laki
Ahli waris laki-laki adalah sebagai berikut :
1)            Anak laki-laki
2)            Cucu laki-laki (anak laki-laki dari anak laki-laki) dan terus kebawah asalkan pertaliannya masih terus laki-laki
3)            Bapak
4)            Kakek (bapak dari bapak) dan seterusnya keatas
5)            Saudara laki-laki sekandung
6)            Saudara laki-laki sebapak
7)            Saudara laki-laki seibu
8)            Anak laki-laki saudara laki-laki sekandung
9)            Anak laki-laki saudara laki-laki sebapak
10)        Paman yang sekandung dengan bapak
11)        Paman yang sebapak dengan bapak
12)        Anak laki-laki paman yang sekandung dengan bapak
13)        Anak laki-laki paman yang sebapak dengan bapak
14)        Suami
15)        Laki-laki yang memerdekakan si pewaris.

Jika lima belas orang ahli waris tersebut semuanya ada, maka yang memperoleh bagian dari harta warisan hanya tiga orang, yaitu : ayah (bapak), suami, dan anak laki-laki.

2.  Ahli Waris Wanita
Ahli waris wanita adalah sebagai berikut :
1)            Anak perempuan
2)            Cucu permpuan (anak perempuan dari anak laki-laki) dan seterusnya ke bawah, asal pertaliannya dengan pewaris masih terus laki-laki
3)            Ibu
4)            Nenek (ibu dari ibu) dan seterusnya ke atas
5)            Nenek (ibu dari bapak) dan seterusnya keatas
6)            Saudara perempuan seibu sebapak
7)            Saudara perempuan sebapak
8)            Saudara perempuan seibu
9)            Isteri
10)        Wanita yang memerdekakan pewaris
Jika sepuluh orang ahli waris wanita tersebut semuanya ada, maka yang memperoleh bagian dari harta warisan hanya lima orang, yaitu anak perempuan, cucu perempuan (anak perempuan dari anak laki-laki), ibu, saudara perempuan seibu-sebapak, dan isteri.
Jika ahli waris laki laki dan wanita yang berjumlah dua puluh lima orang itu semuanya ada, maka yang memperoleh bagian harta warisan hanya lima orang saja. Kelima orang tersebut adalah sebagai berikut :

1.      Anak laki-laki
2.      Anak perempuan
3.      Ibu
4.      Bapak
5.      Suami/isteri


E.  Furudul Muqqadarah (Pembagian Harta Warisan)
Furudul Muqqadarah adalah bagian untuk ahli waris yang telah ditentukan dalam        Al Qur’an. Ditinjau dari segi perolehan bagian dari harta warisan, ahli waris dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu Zawil Furud (Ahlul Furud) dan Asabah.

a.   Zawil Furud
Zawil Furud adalah ahli waris yang perolehan bagian harta warisannya sudah ditentukan oleh syara’ (Al Quran dan Hadits). Diantara mereka ada yang memperoleh bagian : 1/2, 1/4, 1/8, 1/3, 2/3, dan 1/6 harta warisan.

q  Ahli waris yang bagiannya 1/2 dari harta warisan :
1.      Anak perempuan tunggal. (Q.S. An-Nisa : 11)
2.      Cucu perempuan tunggal dari anak laki-laki.
3.      Saudara perempuan tunggal yang seibu sebapak. (Q.S. An-Nisa : 176)
4.      Saudara perempuan tunggal yang sebapak.
5.      Suami, apabila pewaris (isterinya) tidak meninggalkan anak atau cucu baik laki-laki maupun perempuan. (Q.S. An-Nisa : 12)

q  Ahli waris yang bagiannya 1/4 dari harta warisan :
1.      Suami, apabila isterinya yang meninggal dunia mempunyai anak atau cucu (Q.S. An-Nisa : 12)
2.      Isteri, seorang atau lebih, bila pewaris (suaminya) tidak meninggalkan anak atau cucu. (Q.S. An-Nisa : 12)

q  Ahli waris yang bagiannya 1/8 dari harta warisan :
1.      Isteri, seorang atau lebih, apabila pewaris (suamin) meninggalkan anak atau cucu dari anak laki-laki. (Q.S. An-Nisa : 12)


q  Ahli waris yang bagiannya 2/3 dari harta warisan :
1.      Dua anak perempuan atau lebih, jika tidak ada anak laki-laki. (Q.S. An-Nisa :11)
2.      Dua orang cucu perempuan atau lebih dari anak laki-laki, bila anak perempuan tidak ada.
3.      Dua orang saudara perempuan atau lebih yang seibu sebapak. (Q.S. An-Nisa : 176)
4.      Dua orang saudara perempuan atau lebih yang sebapak.

q  Ahli waris yang bagiannya 1/3 dari harta warisan :
1.      Ibu, apabila si pewaris (anaknya) tidak meninggalkan anak atau cucu (dari anak laki-laki), atau dua orang saudaranya  (lebih) laki-laki maupun perempuan, sekandung/sebapak atau seibu saja. (Q.S. An-Nisa : 11)
2.      Dua orang saudara seibu atau lebih, baik laki-laki maupun perempuan. (Q.S. An-Nisa : 12)

q  Ahli waris yang bagiannya 1/6 dari harta warisan :
1.      Bapak atau kakek, apabila ada anak/cucu.
2.      Ibu, apabila ada anak atau cucu atau ada dua orang saudara (lebih).
3.      Nenek, seorang atau lebih, bila tidak ada ibu.
4.      Seorang saudara seibu, baik laki-laki maupun perempuan.
5.      Cucu perempuan, seorang atau lebih, apabila ada seorang anak perempuan, tetapi apabila anak perempuannya lebih dari seorang, maka cucu perempuan tidak mendapat apa-apa.
6.      Seorang saudara perempuan sebapak, atau lebih, apabila ada seorang saudara perempuan sekandung, tetapi apabila saudara sekandungnya lebih dari seorang, maka saudara-saudara perempuan sebapak terhalang (tidak dapat warisan).
           
b.  ‘Asabah
‘Asobah adalah ahli waris yang bagian dari harta warisannya tidak tertentu. Asobah mempunyai tiga kemungkinan dalam menerima harta warisan, yaitu sebagi berikut:
1.      Asobah akan menerima seluruh warisan jika tidak zawil furud.
2.      Asobah akan menerima sisa dari warisan setelah dibagi zawil furud.
3.      Asobah tidak menerima warisan sama sekali karena sudah habis dibagi zawil furud.

‘Asabah dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu :
1.      ‘Asabah binafsihi, yaitu ahli waris yang mendapat warisan secara otomatis, bukan karena ditarik zawil furud. Ahli waris ini ada 13 orang yang kesemuanya laki-laki yaitu :
1)      Anak laki-laki.
2)      Cucu laki-laki dari anak laki-laki dan seterusnya ke bawah.
3)      Bapak.
4)      Kakek (bapak dari bapak) dan seterusnya ke atas.
5)      Saudara laki-laki seibu sebapak.
6)      Saudara laki-laki sebapak.
7)      Anak laki-laki dari saudara laki-laki seibu sebapak.
8)      Anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak.
9)      Paman yang seibu sebapak dengan bapak.
10)  Paman yang sebapak dengan bapak.
11)  Anak laki-laki paman yang seibu sebapak dengan bapak.
12)  Anak laki-laki paman yang sebapak dengan bapak.
13)  Laki-laki yang memerdekakan si pewaris ketika masih menjadi budak.

2.      ‘Asabah bil ghairi, yaitu ahli waris yang menjadi ‘asabah karena ahli waris lain yang setingkat dengannya. Ahli waris tersebut adalah sebagai berikut :
1)      Anak perempuan dengan sebab adanya anak laki-laki.
2)      Cucu perempuan dari anak laki-laki dengan sebab adanya cucu laki-laki dari anak laki-laki.
3)      Saudara perempuan seibu sebapak dengan sebab adanya saudara laki-laki seibu sebapak.
4)      Saudara perempuan sebapak dengan sebab adanya saudara laki-laki sebapak.

3.      ‘Asabah ma’al ghairihi, yaitu ahli waris yang menjadi’asabah karena adanya ahli waris lain tertentu dari zawil furud. Ahli waris tersebut adalah sebagai berikut :
1)      Saudara perempuan sekandung, apabila bersama-sama dengan anak perempuan atau cucu perempuan dari anak laki-laki.
2)      Saudara perempuan sebapak, apabila bersama-sama dengan anak perempuan atau cucu perempuan dari anak laki-laki.

F.  Hijab
Hijab adalah tabir atau penghalang bagi ahli waris untuk menerima harta warisan karena ada ahli waris yang lebih dekat atau yang lebih berhak. Hijab dibagi menjadi dua macam, yaitu sebagi berikut :
1.      Hijab Nuqsan, yaitu hijab yang dapat mengurangi bagian dari harta warisan bagi ahli waris tertentu karena bersama-sama dengan ahli waris lain tertentu pula.
Misalnya, suami seharusnya mendapat setengah, tetapi karena ada anak maka ia mendapat seperempat.
2.      Hijab Hirman, yaitu hijab yang menyebabkan ahli waris kehilangan haknya atas harta warisan karena terhalang oleh ahli waris yang lebih dekat atau lebih berhak.
Misalnya, cucu seharusnya mendapat tetapi karena ada anak maka ia tidak mendapat sama sekali.
G. Perhitungan Warisan
Langkah-langkah yang seharusnya ditempuh terlebih dahulu dalam pelaksanaan pembagian warisan adalah sebagai berikut :

1.      Menentukan ahli waris laki-laki dan perempuan.
2.      Menentukan zawil furud dan siapa yang termasuk ‘asabah.
3.      Menentukan ahli waris yang bagiannya berkurang karena terhalang ahli waris hijab nuqsan.
4.      Menentukan ahli waris yang sama sekali tidak berhak mendapat, karena terhaalang ahli waris hijab hirman.
5.      menentukan apakah ahli waris terdiri dari zawil furud saja, ‘asabah saja, atau terdiri dari zawil furud dan ‘asabah.


Contoh pembagian warisan
Seseorang meninggal dunia, dengan meninggalkan harta Rp. 100.000.000,00. Harta tersebut belum dizakati, dan belum untuk pengeluaran pengurusan jenazah yaitu Rp. 300.000,00. Lalu hutangnya Rp. 200.000,00. Dan berwasiat sejumlah Rp. 1.000.000,00. Ahli warisnya adalah isteri, ibu, dua anak perempuan, anak laki-laki, nenek, satu saudara perempuan sekandung dan satu orang paman dari ayah. Bagaimana dan berapa bagian masing-masing ahli waris ?
Jawab :
a)       Sebelum dibagi maka hendaknya untuk
1.
Membayar zakat 2,5 % = ¼ x 100 juta
=
Rp 2.500.000,00
2.
Pengurusan jenazah
=
Rp    300.000,00
3.
Melunasi hutang
=
Rp    200.000,00
4.
Memenuhi wasiat
=
Rp 1.000.000,00

Pengeluaran
=
Rp 4.000.000,00

b)      Sisa dari harta waris adalah Rp 100.000.000,00 – Rp 4.000.000,00 = Rp 96.000.000,00
c)      Ahli waris yang terhalang atau terhijab adalah nenek (terhalang ibu), saudara perempuan dan paman (terhalang anak). Bagian isteri semula 1/4 menjadi 1/8, dan ibu yang semula 1/3 menjadi 1/6 karena ada anak.

Cara menghitungnya :
*
Bagian isteri
:
1/8 x Rp 96.000.000,00
=
Rp 12.000.000,00
*.
Bagian ibu
:
1/6 x Rp 96.000.000,00
=
Rp 16.000.000,00

Jumlah bagian mereka (zawil furud)
=
Rp 28.000.000,00

Jadi masih ada Rp 96.000.000,00 – Rp 28.000.000,00 = Rp 68.000.000,00
*
Bagian @ anak perempuan
:
1/4 x Rp 68.000.000,00
=
Rp 17.000.000,00
*.
Bagian anak laki-laki
:
2/4 x Rp 68.000.000,00
=
Rp 34.000.000,00

Jadi jumlah semuanya
:
Rp 28.000.000,00

:
Rp 68.000.000,00

=
Rp 96.000.000,00

H. Perundang-Undangan Waris Di Indonesia
Perundang-undangan waris di Indonesia bersumber kepada Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 154 Tahun 1991 Tanggal 10 Juni 1991, mengenai Kompilasi Hukum Islam di bidang Hukum Perkawinan, Kewarisan, dan Pewakafan.
Perundang-undangan waris di Indonesia terdapat pada Kompilasi Hukum Islam Buku II Hukum Kewarisan yang terdiri dari 5 Bab, 43 Pasal, yaitu dari pasal 171 sampai pasal 214.
Beberapa hal yang perlu diketahui dari Buku II Hukum Kewarisan, seperti :
1.      Pengertian Hukum Kewarisan
Hukum Kewarisan berdasarkan Pasal 171 ialah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan  (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing.
2.      Penghalang Memperoleh Harta Waris
Pasal 173 menjelaskan seseorang terhalang menjadi ahli waris apabila dengan putusan Hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yeng tetap, dihukum karena :
a)        dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya berat pada pewaris.
b)        Dipersalahkan karena secara memfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa pewaris telah melakukan suatu kejahatan yang diancam dengan hukuman 5 tahun penjara atau hukuman yang lebih berat.
3.      Kelompok-kelompok Ahli Waris dan Besarnya Bagian Waris
Kelompok-kelompok ahli waris (Pasal 174) dan besarnya bagian harta waris (Pasal 176-Pasal 193), pada prinsipnya sama dengan hukum waris Islam.
4.      Kewajiban Ahli Waris Terhadap Pewaris
Berdasarkan Pasal 175, kewajiban ahli waris terhadap pewaris adalah :
a.       Mengurus dan menyelesaikan sampai pemakaman jenazah selesai.
b.      Menyelesaikan baik hutang-hutang berupa pengobatan, perawatan termasuk kewajiban pewaris maupun penagih piutang.
c.       Menyelesaikan wasiat pewaris.
d.      Membagi harta warisan di antara ahli waris yang berhak.

I.   Hikmah Mawaris
Hikmah Mawaris antara lain sebagai berikut :

1.      Memperkuat keyakinan bahwa Allah benar-benar Maha Adil, karena keadilan Allah tidak hanya terdapat pada alam ciptaan-Nya, seperti hukum waris Islam. Pembagian harta warisan menurut hukum waris Islam sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan, sehingga tidak ada ahli waris yang merasa dirugikan.

2.      Mematuhi hukum waris Islam dengan dilandasi rasa ikhlas karena Allah dan untuk memperoleh ridha-Nya tentu akan dapat menghilangkan sifat-sifat tercela yang mungkin timbul pada para ahli waris, misalnya sifat tamak, iri hati, dengki, dan mau menang sendiri. Dengan hilangnya sifat-sifat tercela tersebut, hubungan yang harmonis dan dinamis antara sesama ahli waris dapat terwujud.